Menu

Mode Gelap
2 Peribahasa dengan kata berasap Arti Berasap Menurut KBBI dan Contoh Kalimatnya Arti Asap Belerang Menurut KBBI Arti Asap Api Menurut KBBI Arti Asap Air Menurut KBBI 2 Peribahasa dengan kata asap

Fiqh

4 Sebab Mewarisi Di Dalam Islam

badge-check
sebab-sebab mewarisi di dalam islam
Tabel 1.0. Sebab-sebab mewarisi di dalam islam

Di dalam ilmu faraidh atau ilmu mawaris dijelaskan beberapa syarat tertentu yang menjelaskan tentang sebab-sebab seseorang bisa mewarisi dari orang lain, berikut adalah 4 sebab seseorang bisa mewarisi dari orang lain

  1. Hubungan perkawinan atau pernikahan
  2. Hubungan kekerabatan atau (nasab)
  3. Hubungan Wala’
  4. Islam

Penjelasannya sebagai berikut 

1.) Mewarisi Sebab Hubungan Pernikahan

Pernikahan yang sah menurut syari’at islam adalah ikatan kokoh antara seorang laki-laki dengan wanita, di mana selama ikatan pernikahan itu masih abadi maka masing-masing pihak adalah teman hidup bagi yang lain dan pembantu dalam memikul beban hidup bersama. Suami harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan nafkah hidup keluarganya, seorang wanita sebagai istri berperan dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, membesarkan anak-anak sampai dewasa, karena itu apabila suami meninggal maka seorang istri berhak atas harta warisnya, begitu juga sebaliknya.

Syarat-syarat pernikahan yang sah menurut islam 

A, Akad Pernikahan sah menurut syari’at islam, baik kedua semua istri itu sudah berkumpul atau belum. Sebagaimana tertulis di dalam hadits nabi yang dibukukan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al mughny Juz VI  halaman 328 

قَضَى لِبَرْوَاءَ بِنْتِ وَاسِقٍ بِالْمِرَاثِ،وَكَانَ زَوْجُهَا مَاتَ عَنْهَاقَبْلَ اَنْ يَدْخُلَ وَلَمْ يَفْرُضْ لَهَاصَدَاقًا

Artinya : “Tidak memutuskan kewarisan Barla’ binti Wasyiq, Suaminya telah meninggal dunia sebelum mengumpulinya dan belum menetapkan maskawinnya.”

 Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa barla’ binti wasyiq tetap mendapatkan harta waris dari suaminya walaupun suaminya belum menyetubuhinya dan belum menetapkan maskawin pernikahan.

B. Ikatan pernikahan antara suami istri dengan status masih utuh atau dianggap masih utuh.

Suatu pernikahan mempunyai status dianggap masih utuh apabila pernikahan itu telah diputuskan dengan talak raja’iy, tetapi masa iddah roja’iy bagi seorang istri belum selesai. Pernikahan tersebut dianggap masih utuh, karena di saat iddah masih berjalan, suami masih mempunyai hak penuh untuk merujuk kembali bekas isterinya yang masih menjalankan iddah, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Tanpa memerlukan kerelaan istri, membayar maskawin baru, menghadirkan 2 orang saksi serta seorang wali.

2.) Mewarisi Sebab Hubungan Kekerabatan atau Keturunan (Nasab)

Kekerabatan atau keturunan (nasab) adalah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran.  Adapun macam-macam gatis keturunan dan penggolongannya dibagi menjadi 3 golongan. 

1.Furu’, Furu’ adalah anak turun atau cabang dari si mati, seperti anak kandung laki-laki, anak kandung perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan. 

2.Ushul, Ushul adalah leluhur (pokok) yang menyebabkan adanya si mati, seperti ayah kandung, ibu kandung, kakek, nenek,, 

3.Hawasyi, Hawasyi adalah keturunan yang dihubungkan dengan si mati melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunnya yang tidak dibeda-bedakan laki-lakinya atau perempuannya.

3.) Mewarisi Sebab Hubungan Wala’ 

Menurut syari’at Pengertian wala’ ada dua, yang pertama pengertian wala’ adalah kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi hak emansipasi) budak. Apabila seseorang telah membebaskan budaknya maka berarti ia telah merubah status orang yang semula tidak merdeka secara hukum, menjadi orang yang merdeka, orang yang berhak memiliki, mengurusi dan mengadakan transaksi terhadap dirinya sendiri. 

Sebagai imbalan atas kenikmatan yang telah dihadiahkan kepada budaknya dan sebagai imbalan atas melaksanakan anjuran syari’at untuk membebaskan budak, syari’at islam memberikan hak wala’ kepadanya. Untuk mewarisi harta peninggalan budaknya apabila budaknya meninggal dunia. Sebagaimana tertulis dalam hadits nabi 

اِنَّمَاالْوَلَاءُ لِمَنْ اَعْتَقَ (متفق عليه

Artinya : “hak wala’ itu hanya bagi orang yang telah membebaskan budaknya” (Muttafaqun ‘alaih)

Sedangkan pengertian yang kedua, wala’ adalah kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain. Pengertian yang kedua disebut dengan wala’ul muwalah, misalnya seorang berjanji kepada orang lain sebagai berikut ,”Hai saudara, engkau adalah tuanku yang dapat mewarisi aku apabila aku telah mati dan dapat mengambil diyah untukku bila aku dilukai seseorang.” Kemudian orang lain yang diajak berjanji menerima janji itu. Pihak pertama disebut dengan al mawali atau al adna dan pihak kedua disebut al mawala atau maulah.

4) Mewarisi Sebab Agama Islam

Apabila seseorang muslim meninggal dunia, dan ia hidup sebatang kara, maka harta peninggalannya bisa diserahkan kepada baitul mal., nanti baitul mal akan mendistribusikan harta benda si mayit kepada masyarakat umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Pengertian Qodzaf, Rajam dan Zina

10 Oktober 2024 - 10:42 WIB

Syarat Pelaksanaan Hukuman Bagi Pezina

10 Oktober 2024 - 10:29 WIB

Pengertian Zina Muhson, Ghoiru Muhson Perbedaan dan Hukumannya

5 Oktober 2024 - 07:29 WIB

10 Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Menikah Dalam islam

27 Juli 2024 - 10:37 WIB

Bacaan Do’a Nisfu Sya’ban, Keutamaan Memperingatinya dan Penjelasannya

25 Februari 2024 - 04:41 WIB

Trending di Fiqh