Ketika meninggal dunia seorang muslim berhak untuk menunaikan wasiat yang akan dilakukan oleh orang yang masih hidup. Menurut madzhab imam Hanafi pengertian wasiat adalah memberikan hak memiliki sesuatu secara sukarela (tabarru’) yang pelaksanaannya ditangguhkan setelah adanya peristiwa kematian dari yang memberikan baik sesuatu itu berupa barang maupun manfaat.
Menurut madzhab Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali pengertian Wasiat adalah suatu perikatan yang mengharuskan kepada si penerima wasiat menghaki 1/3 harta peninggalan si pemberi wasiat, sepeninggalnya atau yang mengharuskan penggantian hak 1/3 harta si pemberi wasiat kepada si penerima wasiat, sepeninggalnya.
Adapun sumber-sumber hukum wasiat adalah sebagai berikut
- Al Qur’an, sebagaimana tertulis di dalam al Qur’an surat Al Ma’idah ayat 106
- Hadits Rosul yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqosh dan ditulis oleh Bukhori Muslim
- Ijma’
- Al Ma’qul (Logika)
Penjelasan sumber hukum wasiat sebagai berikut :
1.) Dasar hukum wasiat terdapat di dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 106, yang menjelaskan tentang pelaksanaan wasiat yang harus disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu atau oleh dua orang yang berlainan agama dengan kamu.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah sholat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa.”” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 106)
2.) Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh bukhori muslim menjelaskan tentang wasiat bahwa tidak boleh melebihi sepertiga dari harta yang dimilikinya. Karena meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak.
جَاءَنِى رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُوْدُ نِى عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ مِنْ وَجَعِ اشْتَدَّبِى، فَقُلْتُ يَارَسُوْلَ اللّهِ اِنِّى قَدْ بَلَغَ بِى مِنَ الْوَجَعِ مَاتَرَى وَاَنَاذُوْمَالٍ وَلَاتَرِسُنِى اِلَّا ابْنَةٌ، اَفَاَتَصَدَّقُ بِثُلُثَىْ مَالِى ؟ قَالَ : لَا، فَقُلْتُ : فَالشَّطْرَ يَارَسُوْلَ اللّهِ ؟ قَالَ:لَا،فَقُلْتُ : فَالثُّلُثَ ؟ قَالَ الثُّلُثُ، وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ اَوْكَبِيرٌ ،اِنَّكَ اَنْ تَذَرَوَرَثَتَكَ اَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ اَنْ تَدَرَهُمْ عَالَةُ يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسِ (متفق عليه
Artinya : Rosulullah SAW datang mengunjungi saya pada tahun hajji wada’ di waktu saya menderita sakit keras. Lalu saya bertanya “Hai rosulullah! Saya sedang menderita sakit keras, Bagaimana pendapat tuan, Saya ini orang berada, tetapi tidak ada yang dapat mewarisi hartaku selain seorang anak saya perempuan, apakah sebaiknya saya wasiatkan dua pertiga hartaku (untuk beramal) “Jangan”, Jawab Rosulullah “Separoh, Ya Rosulullah?” sambungku, “Jangan”, Jawab Rosulullah. “Lalu sepertiga?”, sambungku lagi, Rosulullah menjawab: “Sepertiga”. Sebab sepertiga itu banyak dan besar, karena jika kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik dari pada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak.” (Riwayat Bukhori – Muslim)
3.) Ijma’. Umat islam sejak dari zaman rosulullah SAW sampai sekarang banyak menjalankan wasiat, perbuatan yang demikian itu tidak pernah diingkari oleh seorangpun. Ketiadaan ingkar seseorang itu menunjukkan adanya ijma’
4.) Al Ma’qul (logika)
Manusia berkeinginan supaya kehidupannya di dunia berakhir dengan khusnul khotimah, kemudian ketika dia meninggal dunia, aliran pahala terus mengalir kepadanya. Maka dari itu dia melakukan kegiatan yang menambah pahalanya seperti dengan bersedekah.
اِنَّ اللّهَ تَصَدَّقَ عَلَيْكُمْ بِثُلُثِ اَمْوَالِكُمْ زِيَادَةَ لَكُمْ فِى اَعْمَالِكُمْ فَضَعُوْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ اَوْ حَيْثُ اَحْبَبْتُمْ (رواه البخارى
Artinya : “Allah SWT memerintahkan sedekah kepadamu sepertiga harta untuk menambah amal-amalmu sekalian, maka keluarkanlah sedekah itu menurut kemauanmu atau menurut sedekahmu.” (Riwayat Bukhori)