Apa itu Ilmu Mawaris atau Ilmu Faraidh?
Pengertian Ilmu Mawaris adalah ilmu tentang suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara. Sedangkan pengertian Ilmu faraidh menurut kitab mughnil muhtaj, Asy Syarbiny adalah
اَلْفِقْهُ الْمُتَعَلَّقُ بِالْاِرْثِ وَمَعْرِفَةِ الْحِسَابِ الْمُوْصِلِ اِلَى مَعْرِفَةِ ذَلِكَ وَمَعْرِفَةِ قَدْرِ الْوَاجِبِ مِنَ التِّرْكَةِ لِكُلِّ ذِىْ حَقٍّ
Artinya : Ilmu faraidh adalah ilmu Fiqh yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap hak pusaka.
Ilmu faraidh atau ilmu Waris berguna untuk memahami tentang pembagian harta warisan sesuai dengan syari’at islam, Keunggulan tentang sistem pembagian harta warisan sesuai dengan ilmu faraidh diakui oleh Ilmuwan Barat Sir Wiiliam John yang berkata I am strongly disposed to believe that no possible question could occur on the muhammadan low of succession which might not be rapidly and correctily answered. (saya cenderung untuk mempercayai bahwa tidak satu masalah pun mungkin timbul dalam lapangan hukum waris islam yang tidak dapat dijawab dengan tepat.”
Tabel 1.0. Hukum mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh (Ilmu mawaris) |
Bagaimana Hukum Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Mawaris atau Ilmu Faraidh?
Menurut Ulama’ Fiqh hukum mempelajari dan mengajarkan Ilmu Faraidh atau Ilmu Mawaris adalah fardhu kifayah, Yang dimaksud dengan fardhu kifayah adalah apabila di suatu daerah tersebut sudah ada yang mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris (faraidh) maka kewajiban tersebut sudah gugur, namun apabila di daerah tersebut sama sekali tidak ada yang mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris atau ilmu faraidh maka setiap orang di daerah tersebut mendapatkan dosa.
Adapun dasar hukum kewajiban fardhu kifayah di dalam mempelajari dan mengajarkan ilmu mawaris (faraidh) terdapat di dalam Al qur’an dan Hadits sebagai berikut :
تَعَلِّمُواالْقُرْآنَ وعَلِّمُوْهُ النَّاسَ, وَتَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَاالنَّاسَ، فَاِنِّى امْرُؤٌ مَقْبُوْضٌ وَالْعِلْمُ مَرْفُوعٌ وَيُوْشِكُ اَنْ يَخْتَلِفَ اِثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلَا يَجِدَانِ اَحَدًايُخْبِرُهَا (اخرجه أحمد والنسائ و الدارقطنى
Artinya: pelajarilah al qur’an dan ajarkannya kepada orang-orang dan pelajarilah Ilmu faraidh serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut (mati), sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorang pun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka. (Hadits riwayat ahmad , An Nasai dan Daruquthniy)
أَقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ اَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ اللّهِ (رواه مسلم وابو داود
Artinya : Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (Al-Qur’an) (Hadits Riwayat Muslim dan Abu Dawud.)
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْۤ اَوْلَا دِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُ نْثَيَيْنِ ۚ فَاِ نْ كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِ نْ كَا نَتْ وَا حِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَ بَوَيْهِ لِكُلِّ وَا حِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَا نَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِ نْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗۤ اَبَوٰهُ فَلِاُ مِّهِ الثُّلُثُ ۗ فَاِ نْ كَا نَ لَهٗۤ اِخْوَةٌ فَلِاُ مِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَاۤ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَآ ؤُكُمْ وَاَ بْنَآ ؤُكُمْ ۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَـكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Artinya “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ Ayat 11)
وَلَـكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَا جُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِ نْ كَا نَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَـكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَاۤ اَوْ دَ يْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِ نْ كَا نَ لَـكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَاۤ اَوْ دَ يْنٍ ۗ وَاِ نْ كَا نَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَ ةٌ وَّلَهٗۤ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَا حِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَاِ نْ كَا نُوْۤا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَاۤ اَوْ دَ يْنٍ ۙ غَيْرَ مُضَآ رٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌ
Artinya : “Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS. An Nisa’ Ayat 12)
تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَ نْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Artinya : “Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.” (QS. An-Nisa’ Ayat 13)