Di dalam kitab alfiyah ibnu malik, terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang masuknya lam ibtida’ selain khobar, sebagai berikut wa tashkhabul wasitho ma’mulal khobar wal fashlu wasman khalla qoblahul khobar wa washlu ma bidzil khurufu mubtilu I’maliha wa qod yubaqqol ‘amalu
وَتَصْحَبُ الْوَاسِطَ مَعْمُوْلَ الْخَبَرْ وَالْفَصْلَ وَسْمًا حَلَّ قَبْلَهُ الْخَبَر
Artinya lafadz yang diamali khobar (ma’mulul khobar) yang berada di tengah-tengah antara isim dan khobar inna itu bisa bersamaan dengan lafadz ibtida’ . Begitu pula bisa bersamaan lam dhomir fasl, dan isimnya inna yang sebelumnya terdapat khobar.
وَوَصْلُ مَا بِذِى الْحُرُوْفِ مُبْطِلُ اِعْمَالَهَا وَقَدْ يُبَقَّى الْعَمَلُ
Artinya bertemunya ma zaidah pada huruf inna dan sesamanya itu membatalkan pada pengamalannya dan terkadang pengamalannya ditetapkan
Penjelasan menurut ustadz ahmad hamdani as sidani lam ibtida’ itu boleh bertemu dengan isim yang diamalkan oleh khobarnya inna yang isim tersebut terletak di tengah-tengah antara isimnya inna dan khobarnya, dengan syarat apabila khobar itu bisa ditemui lam ibtida’, contoh inna zaidan latho’amaka akilun اِنَّ زَيْدًا لَطَعَامَكَ اَكِلٌ, kecuali lafadz inna zaidan latho’amaka akalaاَكَلَ اِنَّ زَيْدًا لَطَعَامَكَ, sebab khobarnya tidak bisa ditemui lam ibtida’.
Lam ibtida’ itu juga boleh bertemu dhomir fashol. Contoh اِنَّ زَيْدًا لَهُوَ الْعَلِمُinna zaidan lahuwal ‘alimu.
Dhomir fashol adalah dhomir yang terletak di antara mubtada’ dan khobar atau yang asalnya mubtada’ dan khobar, sebenarnya tidak disebut dhomir, sebab tidak mempunyai muroji’, bahkan bentuknya berupa dhomir.
Lam ibtida’ juga boleh bertemu dengan isimnya yang diakhirkan mendahulukan khobarnya. Contoh اِنَّ عِنْدَكَ لَزَيْدًاinna ‘indaka lazaidan, اِنَّ لَكَ لَأَجْرًا inna laka la ajron.
Penjelasan nadhoman kedua (wa washlu ma bidziy ,,,) inna itu kawan-kawannya bila ditemukan dengan lafadz ma, maka ma tersebut dapat membatalkan amalnya inna atau kawan=kawannya. Di sebut ma zaidah kaffah, yang menjaga amalnya inna wa akhowatuha, contoh : اِنَّمَا اللّهُ اِلَهٌ وَاحِدٌ innamallahu ilahun wahidun sebab ma tersebut dapat menghalangkan kekhususan inna wa akhowatuha masuk pada isim, maka boleh masuk pada jumlah fi’liyah. Contoh : قُلۡ اِنَّمَاۤ اَنَا بَشَرٌ مِّثۡلُكُمۡ يُوۡحٰٓى اِلَىَّ اَنَّمَاۤ اِلٰهُكُمۡ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ (Qul innama yuuha ilayya annama ilahukum ilahun wahidun) tetapi ada yang amalnya ditetapkan seperti kata syair
قَالَتْ اَلَا لَيْتَمَا هَذَا الْحَمَامَ لَنَا اِلَى حَمَامَتِنَااَوْنِصْفَهُ فَقَدِ
Artinya : Dia berkata: Kecuali merpati ini milik kita, milik kita, milik kita, karena ia hilang.
Lafadz laitama adalah laita ditambahi ma zaidah masih beramal menashobkan lafadz hadzal hamam, tetapi demikian ini sedikit, khusus pada syair