Di dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik, terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang lafadz inna dengan fi’il fi’il nawasikh, sebagai berikut wa rubamas tughniy ‘anha in bada ma nathiqun arodahu mu’tamida wal fi’lu in lam yaku nasikhan fala tulfihi gholiban bi in dziy mushila wa in tukhoffaf anna fashumastakan wal khobaroj’al jumlatan min ba’di an
وَرُبَمَا اسْتُغْنِيَ عَنْهَا اِنْ بَدَا
مَانَاطِقٌ اَرَادَهُ مُعْتَمِدَا
Artinya : Dan terkadang diucapkan tanpa menyebutkan lam ibtida’ apabila makna dikehendaki sudah jelas dengan cara mutakallim berpegangan pada suatu qorinah.
وَالْفِعْلُ اِنْ لَمْ يَكُ نَاسِخًا فَلَا تُلْفِيْهِ
غَلِبًا بِاِنْ ذِي مُوْصَلَا
Artinya : kalimat fi’il apabila bukan termasuk amal nawasikh maka jangan ditemukan dengan in hasil pentakhfifan dari inna)
وَاِنْ تُخَفَّفْ اَنَّ فَسْهُمَااسْتَكَنْ
وَالْخَبَرَ اجْعَلْ جُمْلَةَ مِنْ بَعْدِ اَنْ
Artinya : Apabila lafadz anna ditakhfif maka isimnya harus berupa dhomir sya’an yang wajib dibuang dan jadikanlah jumlah setelahnya anna sebagai khobarnya.
Penjelasan menurut ustadz ahmad hamdani as sidani sebagai berikut in mukhoffaf yang tidak beramal itu terkadang setelahnya tidak ada lam ibtida’, demikian ini diperbolehkan apabila yang dimaksud mutakallim sudah dimengerti oleh mukhottob bahwa in itu mukhoffaf minasy syaqiilah, bukan in nafiyah, contoh in haqqo la yakhfa ‘ala kulli dziy bashiroh. In pada lafadz in haqqo harus dianggap in mukhoffafah minal syaqilah sebab apabila dianggap in nafiyah, maka murodnya terbalik (tidak benar).
Nadhoman kedua (wal fi’lu in lam yaku,,,) fi’il yang bukan fi’il nasikh (Fi’il yang merusak mubtada’ khobar) itu tidak boleh ditemukan dengan inn mukhoffafah minal tsaqilah, maka yang banyak fi’il bertemu dengan in mukhoffah itu fi’il nasikh contoh وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةًwa in kanats lakabirotan, juga ada fi’il tersebut bukan fi’il nasikh tetapi sedikit. Seperti kata sya’ir
شَلَّتْ يَمِيْنُكَ اِنْ قَتَلْتَ
لَمُسْلِمَا حَلَّتْ عَلَيْكَ عُقُوْبَةُ الْمُعْتَمَدِ
Artinya : “ Semoga tangan kananmu lumpuh, karena sesungguhnya kamu telah membunuh orang islam, semua segera diturunkan padamu siksanya orang yang membunuh dengan sengaja.”
In pada lafadz in qotalta adalah adalah in ukhoffafah minal tsaqilah, lafadz qoltalta bukan fi’il nasikh
Nadhoman ketiga (wa in tukhoffaf,,,) bila ada lafadz anna ditakhfif (disukun nunnya) maka masih beramal merofa’kan isim dan menashobkan khobar, tetapi isimnya harus berupa dhomir sya’n yang disimpan dan khobarnya berupa jumlah setelahnya. Contoh عَلِّمْتُ اَنَّ زَيْدٌ قَائِمٌ‘allimtu aan zaidan qo imun, lafadz zaidun qoimun adalah jumlah mubtada’ khobar menjadi khobarnya inna mukhoffafah, isimnya bermakna dhomir yang bermakna sya’nun yang dhomir itu disimpan pada inna mukhoffafah.
2 Komentar
Assalamu’alaikum, ya ustad.
saya baru belajar bahasa arab.
Sekarang ketemukan bacaan dalam shalawat sebagai berikut:
اَللّهُمَّ صَلِّى وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ اْلبُشْرَى صَلاَةً تُبَشِّرُنَابِهَا
وَأَهْلَنَا وَأَوْلَادَنَا وَجَمِيْعِ مَشَايِخِنَا وَمُعَلِّمِيْنَا وَطَلَبَتَنَا وَطَالِبَاتِنَا
مِنْ يَوْمِ هَذَا اِلى يَوْمِ اْلآخِرَةِ
yang mau saya tanyakan
Jama’ taksir طَالِبٌ adalah طُلَّابٌ
Kenapa di dalam shalawat di atas (tulisan merah) menjadi طَلَبَتَ
Tolong ajari saya ustad,
terima kasih sebelumnya.
Assalamu’alaikum, ya ustad.
saya baru belajar bahasa arab.
Sekarang kutemukan bacaan dalam shalawat sebagai berikut:
اَللّهُمَّ صَلِّى وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَاحِبِ اْلبُشْرَى صَلاَةً تُبَشِّرُنَابِهَا
وَأَهْلَنَا وَأَوْلَادَنَا وَجَمِيْعِ مَشَايِخِنَا وَمُعَلِّمِيْنَا وَ(طَلَبَتَنَا) وَطَالِبَاتِنَا
مِنْ يَوْمِ هَذَا اِلى يَوْمِ اْلآخِرَةِ
yang mau saya tanyakan
Jama’ taksir طَالِبٌ adalah طُلَّابٌ
Kenapa di dalam shalawat (di atas) menjadi طَلَبَتَ
Tolong ajari saya ustad,
terima kasih sebelumnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.