Saudara bisa berpindah ke materi hadits arba’in nawawi yang lain, semisal hadits arba’in pertama atau kedua atau yang lainnya dengan mengklik menu dropdown “Materi Hadits Arba’in” semoga membantu anda.
` Berikut adalah hadits ke dua puluh dua dari kitab hadits arba’in nawawi, hadits yang memerintahkan kepada umat islam supaya menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, Maksudnya apabila suatu hal atau perkara tersebtu dihukumi halal menurut dalil-dalil al qur’an hadits maka sebagai seorang muslim kita harus bersikap demikian. Contoh mengharamkan perkara yang halal seperti makan daging sapi hukum nya halal, tetapi karena Si Budi (missal) tidak menyukai daging sapi, dia mengatakan makan daging sapi hukumnya haram. Hal tersebut tidak boleh, contoh mengharamkan yang halal lainnya seperti poligami itu hukumnya halal, tetapi karena si Wati (misal) tidak menyukai poligami, dia mengatakan bahwa poiligami hukumnya haram, maka perbuatan si Wati tertolak.
Begitu juga apabila suatu perkara dihukumi haram maka kita juga harus menghukuminya haram, kita tidak boleh menghalalkan yang haram, seperti alkohol yang memabukkan haram dikonsumsi oleh umat islam, namun karena si bambang (missal) berjualan minuman kerasm si bambang berfatwa bahwa meminum minuman keras hukumnya halal. Maka fatwa bambang tersebut tertolak atau tidak boleh dilakukan. Sudah semestinya seorang menghukumi halal dan haram sesuai dengan dalil yang ada pada al qur’an dan hadits, bukan berdasarkan atas kehendak hawa nafsunya.
Walaupun sebagai manusia, terkadang kita salah di dalam mengambil keputusan, maka kita memerlukan teman atau ustadz atau kiai untuk membimbing kita menuju jalan yang benar sesuai ajaran agama islam. Sebagaimana do’a yang selalu kita panjatkan ketika kita sholat, ihdinash shirotakal mustaqim yang artinya tunjukkanlah kami jalan yang lurus.
Di bawah ini adalah redaksi hadits ke dua puluh dua dari kitab hadits arba’in nawawi dilengkapi dengan tulisan latin dan artinya.
عَنْ اَبِي عَبْدِ اللّهِ جَابِرْبْنِ عَبْدِ اللّهِ الْأَنْصَارِى رَضِيَ اللّهُ عَنْهُمَا : اَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ : اَرَأَيْتَ اِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوْبَاتِ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، وَاَحْلَلْتُ الحَلَالَ، وَحَرَّمْتَ الْحَرَامَ، وَلَمْ اَزِدْ عَلَى ذلِكَ شَيْئًا، أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ؟ قَالَ : نَعَمْ. [رواه مسلم]
‘An abiy ‘abdillahil anshoriy rodhiyallahu ‘anhuma anna rojulan sa ala rosulalallahi shollallahu ‘alaihi wasallama faqola aroaita idza shollaitul maktubati, wa shumtu romadhona, wa ahlaltul halala, wa harromtal haroma, walam azid ‘ala dzalika syai an, a adkhulul jannata? Qo la na’am (rowahu muslim)
Artinya : Dari Abu Abdullah, Jabir bin Abdullah Al Anshary radhiallahuanhuma: Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, seraya berkata: Bagaimana pendapatmu jika saya melaksanakan shalat yang wajib, berpuasa Ramadhan, Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan saya tidak tambah sedikitpun, apakah 1. Maksud mengharamkan yang haram adalah: menghindarinya dan maksud menghalalkan yang halal adalah: mengerjakannya dengan keyakinan akan kehalalannya . saya akan masuk surga? Beliau bersabda: Ya. (Riwayat Muslim) Catatan: * Seseorang yang bertanya dalam riwayat diatas adalah: An Nu’man bin Qauqal.
Mengutip tulisan dr. Muh Mu’inudinillah Bashri berikut 4 isi atau kandungan hadits di atas:
- Setiap muslim dituntut untuk bertanya kepada ulama tentang syariat Islam, tentang kewajibannya dan apa yang dihalalkan dan diharamkan baginya jika hal tersebut tidak diketahuinya.
- Penghalalan dan pengharaman merupakann aturan syari’at, tidak ada yang berhak menentukannya kecuali Allah ta’ala.
- Amal saleh merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga.
- Keinginan dan perhatian yang besar dari para shahabat serta kerinduan mereka terhadap surga serta upaya mereka dalam mencari jalan untuk sampai ke sana.