Menu

Mode Gelap
Video Kunjungan ke Kedai Kebonan Kediri Video Cara Mengatur Gocekan Pelangi Game FC Mobile Arti Kata Terbabas Menurut KBBI dan Contoh Kalimatnya Arti Kata Babas, Membabas Menurut KBBI Arti Kata Babaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Arti Kata Pembabaran Menurut KBBI

Fiqh

Pengertian Tajhiz Di dalam Ilmu Mawaris (Faroidh)

badge-check

Pengertian Tajhiz adalah biaya-biaya perawatan yang diperlukan oleh orang yang meninggal, mulai dari saat meninggalnya sampai saat penguburannya. Biaya itu mencakup biaya-biaya untuk memandikan, mengkafani, membawa jenazah ke makam, dan menguburkannya. 

Penulis belum mendapatkan sumber referensi secara jelas tentang apakah biaya untuk tahlilan 7 hari setelah meninggalnya si mayit termasuk di dalam tajhiz, sehingga penulis tidak mencantumkan biaya tahlilan kedalam definisi tajhiz di atas, bagi umat islam di Indonesia yang mengikuti ulama’ nahdhiyin mengadakan tahlilan dan yasinan 7 hari berturut-turut adalah suatu kegiatan yang harus dilaksanakan, walaupun tidak ada standar tertentu di dalam melaksanakan kegiatan tahlilan. Ketika tahlilan diadakan seringkali pemilik rumah tempat meninggalnya si mayit menyediakan makanan ringan seperti kue dan jajanan serta minuman penghangat badan, di beberapa tempat juga diberikan ambeng atau berkat atau nasi beserta lauk pauk kepada pembaca tahlil dan yasinan.  Tetapi ketika yang meninggal adalah orang yang kekurangan (miskin) masyarakat tetap saja datang membacakan tahlil dan yasin selama 7 hari, walaupun hanya minum air putih atau teh panas, sebagai bentuk solidaritas kepada sesame warga masyarakat.

Mungkin bagi anda yang berpendapat tahlilan dan yasinan adalah suatu kegiatan yang mengada-ada, kami tidak menyalahkan anda. Tetapi sebagai informasi, bahwa dahulu kala, masyarakat ketika anggota keluarganya ada yang mati, maka di malam harinya semua keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar berkumpul di rumah si mati, kemudian bermain judi dan minum arak sampai larut malam, untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut para ulama’ mengadakan kegiatan tahlilan dan yasinan sebagai bentuk dzikir kepada allah dan mendo’akan si mati, selain sebagai wujud syiar islam di masyarakat.

Para ulama’ ahli fiqih telah sepakat bahwa biaya perawatan si mayit harus diambilkan dari harta peninggalannya menurut ukuran yang wajar, tidak berlebih-lebihan dan tidak sangat kurang. Sebab jika berlebih-lebihan akan mengurangi hak ahli waris dan jika sangat kurang akan mengurangi hak si mayit. Justru keduanya sangat dicela oleh agama. Sebagaimana tertulis di dalam al qur’an surat Al Furqon ayat 67 yang berbunyi sebagai berikut :

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَا لَّذِيْنَ اِذَاۤ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَا نَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَا مًا

“Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar,” (QS. Al-Furqan Ayat 67)

Biaya tajhiz atau biaya perawatan jenazah orang miskin yang mati

Beberapa ulama’ ahli fiqih (fuqoha’) berbeda pendapat tentang tajhiz atau biaya perawatan jenazah bagi orang miskin yang mati. Berikut uraian pendapatnya

Menurut ulama’ ahli fiqih (fuqoha’) madzhab imam Maliki berpendapat bahwa biaya perawatan orang miskin yang mati harus diambil dari baitul mal (Kas Perbendaharaan Negara). Karena keadaan semacam itu menjadi beban kewajiban baitul mal.

Menurut ulama’ ahli fiqih (fuqoha’) madzhab Imam Hanafi, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali berpendapat bahwa perawatan orang miskin yang mati harus dipikul oleh keluarga-keluarga yang menjadi tanggungannya ketika masih hidup. Kalau si mayit tidak mempunyai kerabat, diambilkan dari baitul mal, kalau dari baitul mal pun tidak memungkinkan, maka biaya perawatannya dibebankan kepada orang-orang islam yang kaya, sebagai pemenuhan kewajiban fardhu kifayah.

Biaya-biaya perawatan bagi kerabat yang menjadi tanggungannya

Menurut pendapat Imam Syafi’i biaya perawatan (tajhiz) bagi kerabat-kerabat yang fakir, budak dan istri, baik kaya maupun miskin yang menjadi tanggungan si mayit, harus diambilkan dari harta kekayaannya, kalau orang-orang tersebut mati mendahuluinya atau dari harta peninggalan, kalau mereka mati kemudian hari.

Pendapat ini adalah logis, sebab kerabat-keraba tersebut adalah tanggungan si mayit ketika masih hidup untuk memberi nafkah dan mencukupi kebutuhan mereka, Ikatan kekerabatan itu tidaklah sekaligus putus lantaran kematiannya, walaupun secara lahiriyah, hubungan antara mereka telah putus. Apalagi kalau kerabat yang ditinggalkan itu adalah istrinya sendiri, maka sekalipun istrinya sudah meninggal, istri tersebut masih terikat oleh ikatan pernikahan, menurut hukum hal itu dapat dibuktikan dengan adanya hak saling pusaka mempusakai di antara keduanya, 

Menurut pendapat Imam Malik tidak membenarkan biaya-biaya perawatan (Tajhiz) keluarga yang menjadi tanggungan si mayit diambilakan dari harta peninggalannya, kecuali yang meninggal itu adalah budak. Sampai seorang istri sendiripun tidak boleh diambilkan biaya perawatannya dari harta kekayaan atau peninggalan si suami, sebab pemberian nafkah kepada istrinya sewaktu hidup adalah sebagai imbalan hak seksual, padahal hak seksual itu telah punah dibawa mati. Suami dilarang menyentuh dan memandangnya, lantaran sudah bukan mukhrimnya dan doa diperkenankan untuk menikahi saudara perempuannya.

Sumber Referensi : Buku Ilmu Waris karya Drs Fatchur Rahman penerbit PT Al Ma’arif Bandung cetakan ke 4

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Tata Cara Mandi Wajib Menurut Fiqh

8 November 2024 - 09:26 WIB

Pengertian Qodzaf, Rajam dan Zina

10 Oktober 2024 - 10:42 WIB

Syarat Pelaksanaan Hukuman Bagi Pezina

10 Oktober 2024 - 10:29 WIB

Pengertian Zina Muhson, Ghoiru Muhson Perbedaan dan Hukumannya

5 Oktober 2024 - 07:29 WIB

10 Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Menikah Dalam islam

27 Juli 2024 - 10:37 WIB

Trending di English