Di dalam kitab alfiyah ibnu malik terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang lafadz ro a dan taqulu pada dhonna wa akhwatuha Sebagaimana nadhoman berikut wa liro ar ru’yanmi ma li’alima tholiba maf’ulaini min qoblun tama wa tujizhuna bila dalilin suqutho maf’ulaini au maf’ulin wa katadhunnuj ‘al taqulu in wali a mustafhamma bihi walam yan sfashili bighoiri dhorfin au ‘amall wan biba’dhi dzi fasholta yujtamal
وَلِرَأَى الرُّؤْيَا انْمِ مَا لِعَلِمَا طَالِبَ مَفْعُوْلَيْنِ مِنْ قَبْلُ انْتَمى
Artinya : Lafadz Ro a yang bermakna ru’ya (bermimpi) itu membutuhkan dua maf’ul seperti halnya عَلِمَ yang disebutkan sebelumnya.
وَلَاتُجِزْهُنَا بِلَادَلِيْلِ سُقُوْطَ مَفْعُوْلَيْنِ اَوْمَفْعُوْلِ
Artinya : dan tidak diperbolehkan dalam bab ظَنَّ dan sesamanya, membuang pola dua maf’ul atau satu maf’ul, jika tidak adanya perkara yang menunjukkan terbuangnya
وَكَتَظُنُّ اجْعَلْ تَقُوْلُ اِنْ وَلِئَ مُسْتَفْهَمًابِهِ وَلَمْ يَنْفَصِلِ
Artinya : dan Jadikanlah lafadz تَقُوْلُ seperti lafadz تَظُنُّ apabila sebelumnya berupa huruf istifham dan tidak terpisah
بِغَيْرِ ظَرْفٍ اَوْكَظَرْفٍ اَوْعَمَلّ وَاِنْ بِبَعْضِ ذِى فَصَلْتَ يُجْتَمَلْ
Artinya : dengan selainnya dhorof atau serupa dhorof jar (jar majrur) atau ma’mulnya fi’il, dan apbila dipisah dengan Sebagian dari tiga perkara tersebut maka diperbolehkan.
Penjelasan nadhoman menurut ustadz Hamdani : (waliro ar ru’yanmi,,) lafadz ro a yang bermakna mimpi itu beramal seperti amalnya ‘alima عَلِمَ yang bukan bermakna عَرَفَ (menashobkan maf’ul dua) contoh اِنِّى اَرَانِى اَعْصِرُ خَمْرًا. Lafadz اَرَانِى adalah fi’il mudhori’ waqo’a mutakallim wahdah ditemuhi ya’ mutakallim yang menjadi maf’ul awwalnya, jumlahnya lafadz اَعْصِرُ خَمْرًا menjadi maf’ul tsaninya
Penjelasan nadhoman kedua (wa latujizza huna) Maf’ul dzu dhonna wa akhwatuha itu maf’ul satu nya tidak boleh di buang bila tidak ada tanda yang memperbolehkan membuangnya. Apabila ada tanda yang memperbolehkan membuangnya, maka bolhe membuang maf’ul dua atau maf’ul satu, sebab sudah ma’lum, contoh membuang maf’ul dua seperti ada orang bertanya kepada anda, هَلْ ظَنَنْتَ زَيْدًا مُنْطَلِقًا؟ lalu kamu menjawab, نَعَمْ, ظَنَنْتُ اى زَيْدًا مُنْطَلِقًا contoh membang maf’ul satu, seperti pertanyaan tersebut kamu menjawab, : نَعَمْ ظَنَنْتُ زَيْدًا اى مُنْطَلِقًا
Penjelasan nadhoman ketiga (wa katudhunnu aj’al taqul) lafadz taqulunya bisa dilakukan seperti lafadz tadhunnu di dalam makna dan amalnya, contoh اَتَقُوْلُ زَيْدًا مُنْطَلِقًاdengan syarat syarat sebagai berikut.
1.Terletak setelah adat istifham
2.Antara adat istifham dan taqulu tidak ada yang memisah selain dhorf atau syibh dhorf, (huruf jar majrur) atau ma’mul taqul,
3.Berbentuk fi’il mudhori’
4.Berbentuk fi’il mudhori’ yang dumulahi dengan ta’ khottob,
Mengecualikan
1.Lafadz اَنْتَ تقولُ عَمْرٌو مُنْطَلِقَ
2.Lafadz اَنْتَ تَقُوْلُ زَيْدٌ مُنْطَلِقٌ
3.Lafadz قَالَ زَيْدٌ مُنْطَلِقَ
4.Lafadz يَقُوْلُ زَيْدٌ عَمْرٌو مُنْطَلِقٌ
Qouluhu wa in biba’dhin ,,, bila antara taqulu dan adat istifham dipisah dengan satu dari pada dhorof atau jar majrur atau ma’mul, maka taqulu masih bisa beramal seperti tadhunnu, contoh اغَدًا تَقُوْلُ زَيْدًا ذَاهِبًا أَفِى الدار تَقُوْلُ زَيْدًا نَا ئِمًا, اَجُهًّالًا تَقُوْلُ بَنِى لؤَيِّ dan apabila lafadz taqulu sudah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, maka boleh beramal seperti تَظُنُ dan boleh tidak beramal seperti اَتَقُوْلُ زَيْدٌ عَالِمٌ jumlah zaidun ‘alimun (mubtada’ dan Khobar) menjadi jumlah muhakkiyah oleh lafadz taqulu, dan apabila taqulu tidak memeunhi syarat-syarat tersebut maka lafadz taqulu tidak boleh beramal seperti tadhunnu