Di dalam kitab alfiyah ibnu malik, terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang mu’robnya shodar shilah secara mutlak dan isim maushul tentang اَيٌّ . sebagaimana nadhoman berikut wa ba’dhuhum a’roba muthlaqon wa fi dzalhadzfi ayyan ghoiru ayyin yaqtafi in yastathol washlun wa in lam yustathol falhadzfu nazrun wa abau an yuhtazal in sholuhal baa qi liwashlin mukmili
وَبَعْضُهُمْ اَعْرَبَ مُطْلَقًا وَفِى ذَاالْحَذْفِ اَيًّاغَيرُ اَيٍّ يَقْتَفِى
Artinya ; “Dan sebagian Ulama’ memu’robkannya secara mutlak, dan di dalam masalah pembuangan shodar shilah, isim maushul selainnya اَيٌّ itu mengikuti pada اَيٌّ jika shilahnya dianggap panjang.”
اِنْ يَسْتَطَلْ وَصْلٌ وَاِنْ لَمْ يُسْتَطَلْ فَالْحَذْفُ نَزْرٌ وَاَبَوْا اَنْيُحتَزَلْ
اِنْ صَلُحَ الْبَاقِى لِوَصْلٍ مُكْمِلِ
Artinya : “Dan jika shilahnya tidak dianggap panjang, maka pembuangan shodar shilah (Selainnya اَيٌّ) itu dihukumi langka, dan para Ulama’ mencegah membuang shodar shilah apabila lafadz yang tersisa itu masih layak dijadikan shilah yang menyempurnakan pada isim maushul.”
Penjelasan menurut Ustadz Hamdani As Sidani sebagai berikut : sebagian ulama’ nahwu itu berpendapat bahwa ayyun itu tetap mu’rob, walaupun dimudhofkan dan permulaan shilah nya dhomir yang dibuang, رَاَيْتُ اَيُّهُمْ اَشَدُّ artinya saya melihat siapa diantara mereka yang lebih kuat.
Shodar shilah (permulaan sholah) bagi isim maushul selain ayyun itu juga boleh dibuang. Seperti shodar shilahnya ayyun, dengan syarat apabila shilah tersebut dianggap panjang. Contoh مَااَنَا بِالَّذِى هُوَ قَائِلٌ لَكَ سُوأً , contoh yang lainnya , جَاءَ الَّذِى عَالِمٌ كَرِيْمٌ artinya telah datang seorang alim yang mulia.
Apabila shilah bagi isim maushul selain ayyun itu tidak panjang, maka pembuangan shodar shilah itu sedikit, seperti qiroahnya yahya ibnu ya’mur, تَمَامًا عَلَى الَّذِى اَحْسَنُ اى هُوَ اَحْسَنُ artinya kesempurnaan bagi orang-orang yang membersihkan yaitu orang-orang yang baik
Apabila ada shilah yang umpama dhomir yang menjadi shodar shilah itu dibuang, lafadznya sisanya masih cukup dibuat shilah, maka shodar shilah tidak boleh dibuang, contoh جَاءَ الَّذِى هُوَ ضَرَبتُهُ , lafadz huwa (shodar shilah) tidak boleh dibuang lalu dibaca جَاءَ الَّذِى ضَرَبتُهُ, sebab lafadz dhorobtuhu bisa dibuat shilah karena berupa jumlah.