Di dalam kitab alfiyah ibnu malik, terdapat nadhoman yang menjelaskan tentang perbedaan dhomir munfashil dan dhomir muttashil pada lafadz ha sebagaimana berikut wa shil awifshil haa a salniihi wa masybahahu fi kuntuhul khulfun tama kadzaaka khiltaniihi wattishoolakhtaaru ghoirikhtaarol infishoolaa.
وَصِلْ اَوِ افْصِلْ هَاءَ سَلْنيْهِ وَمَا اَشْبَهَهُ فِى كُنْتُهُ الْخُلْفُ انْتَمَى
Artinya : Buatlah dhomir muttashil atau dhomir munfashil pada ha’nya lafadz salnihi (سَلْنيْهِ) dan setiap lafadz yang menyerupai, sedang di dalam ha’nya lafadz كُنْتُهُ para Ulama’ terjadi khilaf (perbedaan).
كَذَاكَ خِلْتَنِيْهِ وَتٍّصَالَا اَخْتَارُ غَيْرِى اخْتَارَالْاِنْفِصَالَا
Artinya : Begitu pula terjadi khilaf pada lafadz khiltaniihii (خِلْتَنِيْهِ) sedangkan saya (dalam dua bab tersebut) memilih menggunakan dhomir muttashil, sedang selain saya (Imam Sibawaih dan kebanyakan Ulama’) memilij menggunakan dhomir munfashil.
Penjelasan Menurut Ustadz Hamdani As Sidani sebagai berikut :
Ha’nya lafadz salniihi (سَلْنيْهِ ) (artinya mintalah kamu padaku suatu barang) dan sesamanya (fi’il yang bukan nasakh lil mubtada’ dan khobar, beramal kepada dua dhomir, dhomir yang pertama lebih khos daripada dhomir yang kedua. Itu boleh wajah dua dibuat dhomir muttashil atau dhomir munfashil. Maka boleh dibaca salniihi atau salni iyyahu sama baiknya.
Ha’ nya lafadz kuntuhu dan khiltaniihi (fi’il yang nasakh lilmubtada’ wal khobar yang beramal sebagaimana tersebut) itu juga boleh berwajah dua, tetapi yang paling bagus masih terdapat perselisihan ulama’ nahwu, bagi syekh ibnu Malik lebih memilih dibuat dhomir muttashil, dicontohkan خِلْتَنِيْهِ, sebab itu yang asli, dan bagi Imam Sibawaih memilih dibuat dhomir munfashil di baca كُنْتُ اِيَّاهُ, خِلْتَنِى اِيَّاهُ sebab khobar itu berhak munfashil (terpisah) Ha nya kuntuhu menjadi khobar ya karena ha’ nya khiltanuhu asalnya khobar mubtada’
1 Komentar